BAB I
A. Pendahuluan dan Latar Belakang Masalah
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis, maka
landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya
konsepsi hubungan manusia dengan manusia dengan lingkungannya, serta hubungan
manusia dengan Tuhannya, yang biasa di kenal dengan hablumminAllah wa hablumminanash. Dengan berpegang pada landasan
ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada
kehadiran "pihak ketiga" atau Allah Swtdi setiap aspek hidupnya.
Keyakinan ini harus menjadi bagian dari diri setiap muslim dalam
berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata mata berorientasi
dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran
seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam
ekonomi Islam.
Bisnis Islam yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap
sebagai bekal untuk di akhirat nanti. Artinya bisnis diniatkan sebagai ibadah
dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah Swt atau mengharap pahala dari Allah
Swt.
Dengan adanya orientasi diatas maka, kami bermaksud memaparkan makalah
kami yang mencoba mendalami akan masalah tersebut.
BAB II
A. Pembahasan
1.
Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain, dengan wujud atau tanpa wujud yang mengakibatkan kenikmatan antara
kedunya.[1]
Dengan kata lain bisnis merupakan bentuk kerja sama antar satu individu atau
suatu kelompok dengan orang lain atau kelompok lain yang kemudian saling
menguntungkan antar keduanya.
Di dalam Islam, bisnis
merupakan salah satu bentuk wirausaha yang dengan ini menjadikan manusia
menjadi suatu pribadi yang menguntungkan diri sendiri juga bermanfaat bagi
orang lain. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusiawi dan religius,
artinya selalu mengedepankan kepentingan agama diatas kepentingan duniawi.
2. Membangun Bisnis Muslim
Bekerja dan berwirausaha merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan manusia.
4
Artinya: dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka
shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan kamu pemakmurnya[2]karena
itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” ( Qs Hud : 61)
Sebagai manusia yang
menyandang status Khalifah fil Ardh, manusia
dengan keberadaannya tentunya mampu memakmurkan bumi sebagai tempat tinggalnya.
Manusia dituntut untuk bekerja.
Yang dimaksud dengan
memakmurkan bumi tentunya sesuai dengan eksistensi manusia yang dengan
keberadaannya di bumi ini untuk membuat keindahan dan menjauhi kemudhorotan
baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Adapun eksistensi manusia sesuai
kodratnya yaitu menebar kemaslahatan.
Furman Allah Swt Al
Jumu’ah, 8:
Artinya: apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah Swtdan ingatlah Allah
Swtbanyak-banyak supaya kamu beruntung.
Dalam surat ini Allah Swtmenyuruh umatnya untuk
bekerja setelah beribadah. Bekerja dengan ibadah tidak hanya untuk mencari
keuntungan semata tapi harus sesuai dengan syari’at Islam yang telah
ditetapkan.
3. Konsep Bisnis Muslim
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bisnis sehingga dapat membawa pada pola transaksi
bisnis yang sehat dan menyenangkan. Oleh
karena itu, tidaklah cukup mengetahui hukum bisnis tanpa adanya pengetahuan tentang konsep
pelaksanaan transaksi bisnis tersebut.
Pada pemaparan makalah yang kami buat, kami ingin membangun konsep “JARAS”. Apa
itu konsep “JARAS”?
Banyak para pebisnis tidak menghiraukan konsep ini. Padahal konsep
tersebut merupakan awal untuk bangkit dan menguntungkan. Di samping itu, konsep
tersebut juga merupakan komponen dalam konsep bisnis dalam fiqh
Islam yang telah dicontohkan oleh RAsulullah Saw. Jika benar-benar
diperhatikan, maka akan dapat membuat pola transaksi bisnis yang sehat,
menyenangkan dan menguntungkan. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Jujur
Sifat jujur merupakan sifat Rasulullah saw yang patut ditiru. Beliau
menjelaskan kualitas barang tersebut serta tidak pernah berbuat curang bahkan
mempermainkan timbangan. Maka, melatih kejujuran dalam pola transaksi
bisnis membawa keberuntungan.
Sebagaimana penjelasan dalam Hadits;
“Dari Abdullah bin Harits. Ia mengadu kepada Hakim bin Hazim ra. Dan
beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “pebisnis dapat melakukan khiyar (memilih) selagi belum berpisah atau
sampai keduanya berpisah. Apabila keduanya telah setuju dan jelas maka bisnis
nya mendapatkan berkah. Dan apabila keduanya saling menekan dan berdusta maka
dihapus keberkahan yang ada pada bisnis nya (tidak mendapatkan keberkahan)”.
(HR. Al-Bukhari)
b)
Amanah
Amanah dalam bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dengan sifat
amanah, para pebisnis akan memiliki sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak
khawatir walau barangnya di tangan orang. Untuk memulai bisnis alangkah baiknya
jika berdasarkan pada kepercayaan diantara kedua belah pihak. Oleh karena itu,
amanah adalah komponen penting dalam transaksi bisnis .
Sebagaimana tertera dalam Al Quran;
¨
Artinya: Sesungguhnya Allah Swtmenyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,..(QS.
An-Nisa, 58)
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah Swtdan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui. (QS. Al-Anfaal, 27)
c)Ramah
Banyak orang yang susah untuk berperilaku ramah
antar sesama. Sering kali bermuka masam ketika bertemu dengan orang atau bahkan
memilah milih untuk berperilaku ramah. Padahal, ramah merupakan sifat terpuji
yang dianjurkan oleh agama Islam untuk siapa saja dan kepada siapa saja. Dengan
ramah, maka banyak orang yang suka, dengan ramah banyak pula orang yang senang.
Karena sifat ramah merupakan bentuk aplikasi dari kerendahan hati seseorang,
murah hati, tidak merasa sombong, mau menghormati dan menyayangi merupakan inti
dari sifat ramah. Oleh karena itu, bersikap ramahlah dalam transaksi
bisnis karena dapat membuat konsumen
senang sehingga betah atau bahkan merasa tentram jika bertransaksi. Sebagaimana
keterangan dalam hadits;
”Dari Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya
Rasulullah Saw bersabda: Allah Swtswt
akan mengasihi seseorang yang murah hati ketika menjual, membeli dan meminta.”
(HR. Al-Bukhari)
d)
Adil
Adil merupakan sifat Allah Swt. Dan Rasulullah Saw merupakan contoh sosok
manusia yang berlaku adil. Dengan adil, tidak ada yang dirugikan. Bersikap
tidak membeda-bedakan kepada semua konsumen merupakan salah satu bentuk
aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu, bagi para pebisnis semestinya
bersikap adil, dalam transaksi bisnis
karena akan berdampak kepada hasil bisnisnya. Para
konsumen akan merasakan kenyamanan karena merasa tidak ada yang dilebihkan dan
dikurangkan. Sebagaimana keterangan dalam Alquran:
¨
Artinya: Sesungguhnya Allah
Swt menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah Swt memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.(QS: An Nisa’:58)
e)Sabar
Sabar merupakan sikap terakhir ketika sudah berusaha dan bertawakal.
Dalam bisnis , sifat sabar sangatlah diperlukan karena dapat membawa
keberuntungan. Bagi pebisnis hendaklah bersabar atas semua sikap customar yang
selalu menawar dan komplain. Hal ini dilakukan agar customar merasa puas dan
senang jika bertransaksi. Begitu pula dengan customar, sifat sabar harus
ditanamkan jika ingin mendapatkan produk yang memiliki kualitas bagus plus
harga murah dan tidak kena tipu. Sebagaimana keterangan dalam Al Qur’an:
Artinya: jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih
hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu
bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Swtmengetahui segala apa yang mereka
kerjakan. (Qs. Al Imron:120)
Semua yang ada
dalam konsep bisnis ini merupakan sebuah alternatif yang dapat dilakukan untuk
menjadiakn bisnis kita sebagai ladang pahala. Jika semuanya dapat dipahami dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari insyaAllah Swt semua kegiatan
bisnis kita berorientasi pada keberkahan dari Allah Swt bukan berorientasi pada
materi. Bisa kita bayangkan betapa indahnya dunia ini jika semua kegiatan
bisnis dapat dilakukan dengan mengharap ridha dari Allah Swt, mungkin tidak ada
kegiatan bisnis yang menghalalkan segala cara seperti sekarang ini.
4.
Contoh bisnis atau kerjasama dalam Islam
Pengalaman menunjukkan banyak sekali kerjasama yang
membuahkan hasil, bahkan tak jarang membawa pelakunya ke dalam kemajuan yang
sangat pesat. Namun, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bisnis juga ada
yang membawa pelakunya kepada keuntungan berpihak atau keuntungan sepihak.
Dimana yang mendapatkan keuntungan hanya satu pihak saja.
Dalam Islam sering kita kenal Musyarokah.
Musyarokah yaitu kelembagaan dengan mengadakan kerjasama atau kemitraan dalam
berbagai kehidupan, termasuk dalam perusahaan. Akan tetapi sebagian orang
memandang keliru tentang bentuk kemitraan tersebut. Mereka memandang bentuk
kemitraan bukan merupakan ajaran dari Islam tapi dari barat. Anggapan ini
muncul akibat banyaknya kerjasama, baik perdagangan, politik, maupun
perusahaan, di dunia barat, termasuk di Asia, Jepang, Cina, Korea dan masih
banyak lagi dari negara-negara baik itu dari asia sendiri ataupun luar Asia.
Padahal Islam
mempunyai konsep luar biasa akan hal ini. Firman Allah Swt yang terdapat dalam surat Al Maidah, 2:
Artinya: ………dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa……... (Al Maidah: 2)
Jelas sekali ayat diatas merupakan anjuran tentang indahnya bentuk
kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan. Kerjasama ini mencakup berbagai aspek kehidupan
manusia, baik antar individu, keluarga, lembaga, maupun perusahaan.
Dalam hadits Rasulullah Saw disebutkan bahwa:
“ sesungguhnya Allah Swt berfirman: “ Aku bersama tiga orang, selama
seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada orang lain, dan apabila telah
berkhianat yang satu terhadap yang lain, maka aku akan keluar dari mereka.”
(HR. abu Dawud)
5. Bisnis Sebagai Ladang Pahala
Dengan memahami bisnis dan berbagai contoh konsep-konsep seperti yang
kami paparkan pada makalah ini, setidaknya bisa kita terapkan bisnis yang
Islami yang bukan saja berorientasi pada Income tapi juga Ridho Allah. Dengan
mendapatkan Ridho dari Allah Swt tentunya tidak merasa canggung atau ganjal
dalam melaksanakannya dan keikhlasan
bisa terpatri pada diri kita. Memang sangatlah mudah kita menyebut apa itu
keikhlasan, padahal dalam penerapannya pun kita belum mampu untuk itu.
Islam memandang kaitan yang erat antara kerja dengan doa dan ibadah,
kaitan ini dapat dirasakan dan direalisasikan dalam perilaku hidup mulim secara
teratur, jadi dapat dikatakan bahwa bisnis merupakan ladang pahala jika pada
pelaksanaannya ada keterkaitan antara kerja, doa dan ibadah. Kaitan antara
kerja dengan ibadah itu sudah
direalisasikan oleh masyarakat Islam sejak generasi awal di Mekkah, masyarakat
di anjurkan Nabi Saw untuk melakukan sepertiga
hari untuk kerja, sepertiga untuk tidur dan istirahat, dan seprtiga untuk
shalat, rilek, serta kegiatan-kegiatan keluarga dan kemasyarakata[3]
Jika kita bekerja atau bisnis tapi dalam pelaksanaannya kita tidak
menyeimbangkan antara kerja, do’a dan ibadah, maka kegiatan yang kita lakukan
terpisah antara kegiatan dunia dan akhirat, tidak ada keterkaitan antara
keduanya. Seharusnya kita menyeimbangkan antara kerja dengan ibadah, jadi semua
pekerjaan yang kita lakukan berdasarkan pada Ridha Allah Swt bukan berdasarkan
pada Keuntungan semata. Tapi kita juga tidak boleh menghabiskan setiap hari
dalam hidup kita hanya untuk beribadah saja.
Ada sebuah kisah menceritakan,”Ada seorang lelaki yang
kerjaanya hanya berdiam diri dan dzikir saja, tapi tidak bekerja. Lalu Rasulullah
Saw bertanya kepada pemuda tersebut? “Apakah kamu tidak bekerja?, jawab sang
pemuda,” saudara laki-laki saya yang bekerja wahai Rasulullah Saw,” lalu
Rasulullah Saw pun bersabda: sesungguhnya saudaramu lebih baik daripada kamu.”
Sudah jelas bukan kita harus menyeimbangkan antara ibadah dan bekerja,
seperti yang dikatakan Rasulullah Saw "Sepertiga untuk kerja, sepertiga
untuk tidur dan istirahat dan sepertiga lagi untuk shalat, rileks, serta
kegiatan-kegiatan keluarga dan kemasyarakatan” insyaAllah Swt kegiatan bisnis
yang kita lakukan terhindar dari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Jika dalam pelaksanaannya kita dapat melaksanakan bisnis dengan
menggunakan konsep JARAS, bukan hanya bisnis kita saja yang diridhai Allah Swt
tapi InsyaAllah kita juga akan mendapatkan ketenangan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Semakin kita bisa memenej kegiatan keseharian kita, maka akan
semakin baik semua aktifitas kita yang lainnya.
Bisnis bisa menjadi ladang pahala, bukan saja ladang pahala untuk diri
sendiri tapi juga ladang pahala bagi orang lain. Dengan berbisnis, keterkaitan
kita dengan orang lainpun pahala. Karena keterkaitan dengan orang lain
merupakan bentuk silaturrahmi, karena silaturrahmi itu menjalin kerukunan,
keakraban dengan orang lain tanpa permusuhan.
Semakin banyak orang lain menjadi partner atau teman bisnis kita, semakin
banyak kita menjalin silaturrahmi, dan semakin banyak kita menyambung
silaturrahmi, semakin kita dekat dengan surga. Orang lain yang menjalin
keterikatan bisnis dengan kitapun akan merasakan indahnya silaturrahmi yang
diwajibkan Islam. Dengan banyak teman, tentu kegiatan bisnis kita semakin maju
dan akan menghasilkan pendapatan yang semakin besar.
Semakin besar pendapatan kita, semakin mudah kita untuk menyucikan harta
kita. Ini merupakan suatu hal yang wajib dalam Islam. Penyucian harta yang
wajib dalam Islam yaitu zakat. Karena di dalam harta yang kita punya terdapat
harta orang-orang yang tidak mampu, baik itu fakir miskin maupun yatim piatu.
Maka, kita diwajibkan untuk menyucikan harta kita.
Islam juga memberikan ladang pahala untuk bekal kita di akhirat dalam
bentuk yang lain. Adapun sedekah, infak merupakan bentuk penyucian harta yang
lain. Dengan zakat, sedekah, infak, yang kita lakukan, secara tidak langsung
kita sudah meringankan beban orang lain. Tentu orang yang menerima akan
senantiasa merasa senang. Dan dengan hal tersebut, tanpa kita sadari akan
membuahkan keberkahan pada harta kita.
Berkah bukan berarti harus kaya. Banyak orang kaya yang tidak berkah.
Berkah berarti kecukupan atau tercukupi. Walaupun orang miskin atau orang yang
pas-pasan tapi pada realitanya dia merasa tercukupi kebutuhannya, itulah yang
dinamakan berkah.
Begitu berarti bisnis dalam kehidupan kita yang masih diberi kemampuan
untuk melakukannya. Begitu banyak manfaat yang dapat kita ambil, begitu banyak
keindahan yang dapat kita ciptakan dari berbisnis. Dan semua itu merupakan
ladang pahala bagi kita.
B. Penutup dan Kesimpulan
Dari pemaparan makalah kami, kami mendapatkan banyak ilmu.Walau yang
telah kami paparkan sebenarnya tidak sebanyak yang ada pada kenyataanya. Tapi,
setidaknya kita bisa mencoba dengan menerapkannya sedikit demi sedikit.
Dari makalah kami, kami simpulkan bahwasannya kewajiban seorang muslim
selain bentuk ibadah kepada Allah yaitu bekerja. Yang mana bekerja merupakan
suatu bentuk kewajiban dalam Islam seperti yang telah di jelaskan dam Al Qur’an
surat Al Jumuah
ayat 8. Bekerja juga bisa berbentuk bisnis. Adapun Islam juga telah menjelaskan
bagaimana bisnis menurut syari’at Islam dan InsyaAllah semua pasti bisa
diterapkan.
Dan semakin banyak yang kita ketahui tentang Islam, ternyata bukan hanya
ibadah yang langsung kepada Allah saja yang bisa menghasilkan pahala seperti
shalat, dalam hal mu’amalahpun kita bisa menciptakan pahala asalkan kita selalu
memegang, menjaga, menerapkan syari’at-syari’at yang sudah ditetapkan.
Subhanallah…… Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Salim segar Al-Djufri, Dr. Islamic Business Strategy for Intrapreunership.
Zikrul Hakim . Jakarta:
2006
Badroen, Faisal. Etika Bisnis Dalam islam. Kencana Pernada Media Group. Jakarta: 2006
Team teaching untag Fakultas
Ekonomi. Semarang:
2006