Kamis, 14 Juli 2011

Bisnis Islam


BAB I

A.     Pendahuluan dan Latar Belakang Masalah
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dengan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang biasa di kenal dengan hablumminAllah wa hablumminanash. Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga"  atau Allah Swtdi setiap aspek hidupnya.
Keyakinan ini harus menjadi bagian dari diri setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata mata berorientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Bisnis Islam yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bekal untuk di akhirat nanti. Artinya bisnis diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah Swt atau mengharap pahala dari Allah Swt.
Dengan adanya orientasi diatas maka, kami bermaksud memaparkan makalah kami yang mencoba mendalami akan masalah tersebut.

BAB II

A.     Pembahasan
1. Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, dengan wujud atau tanpa wujud yang mengakibatkan kenikmatan antara kedunya.[1] Dengan kata lain bisnis merupakan bentuk kerja sama antar satu individu atau suatu kelompok dengan orang lain atau kelompok lain yang kemudian saling menguntungkan antar keduanya.
Di dalam Islam, bisnis merupakan salah satu bentuk wirausaha yang dengan ini menjadikan manusia menjadi suatu pribadi yang menguntungkan diri sendiri juga bermanfaat bagi orang lain. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusiawi dan religius, artinya selalu mengedepankan kepentingan agama diatas kepentingan duniawi.

2. Membangun Bisnis Muslim
Bekerja dan berwirausaha merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
4
Artinya: dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[2]karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” ( Qs Hud : 61)
Sebagai manusia yang menyandang status Khalifah fil Ardh, manusia dengan keberadaannya tentunya mampu memakmurkan bumi sebagai tempat tinggalnya. Manusia dituntut untuk bekerja.
Yang dimaksud dengan memakmurkan bumi tentunya sesuai dengan eksistensi manusia yang dengan keberadaannya di bumi ini untuk membuat keindahan dan menjauhi kemudhorotan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Adapun eksistensi manusia sesuai kodratnya yaitu menebar kemaslahatan. 
Furman Allah Swt Al Jumu’ah, 8:
Artinya: apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah Swtdan ingatlah Allah Swtbanyak-banyak supaya kamu beruntung.
Dalam surat ini Allah Swtmenyuruh umatnya untuk bekerja setelah beribadah. Bekerja dengan ibadah tidak hanya untuk mencari keuntungan semata tapi harus sesuai dengan syari’at Islam yang telah ditetapkan.

3. Konsep Bisnis Muslim
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bisnis  sehingga dapat membawa pada pola transaksi bisnis  yang sehat dan menyenangkan. Oleh karena itu, tidaklah cukup mengetahui hukum bisnis  tanpa adanya pengetahuan tentang konsep pelaksanaan transaksi bisnis  tersebut. Pada pemaparan makalah yang kami buat, kami ingin membangun konsep “JARAS”. Apa itu konsep “JARAS”?
Banyak para pebisnis tidak menghiraukan konsep ini. Padahal konsep tersebut merupakan awal untuk bangkit dan menguntungkan. Di samping itu, konsep tersebut juga merupakan komponen dalam konsep bisnis  dalam fiqh Islam yang telah dicontohkan oleh RAsulullah Saw. Jika benar-benar diperhatikan, maka akan dapat membuat pola transaksi bisnis  yang sehat, menyenangkan dan menguntungkan. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:

a)      Jujur
Sifat jujur merupakan sifat Rasulullah saw yang patut ditiru. Beliau menjelaskan kualitas barang tersebut serta tidak pernah berbuat curang bahkan mempermainkan timbangan. Maka, melatih kejujuran dalam pola transaksi bisnis  membawa keberuntungan.
Sebagaimana penjelasan dalam Hadits;
“Dari Abdullah bin Harits. Ia mengadu kepada Hakim bin Hazim ra. Dan beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “pebisnis dapat melakukan khiyar (memilih) selagi belum berpisah atau sampai keduanya berpisah. Apabila keduanya telah setuju dan jelas maka bisnis nya mendapatkan berkah. Dan apabila keduanya saling menekan dan berdusta maka dihapus keberkahan yang ada pada bisnis nya (tidak mendapatkan keberkahan)”. (HR. Al-Bukhari)

b)      Amanah
Amanah dalam bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dengan sifat amanah, para pebisnis akan memiliki sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak khawatir walau barangnya di tangan orang. Untuk memulai bisnis alangkah baiknya jika berdasarkan pada kepercayaan diantara kedua belah pihak. Oleh karena itu, amanah adalah komponen penting dalam transaksi bisnis .
Sebagaimana tertera dalam Al Quran;
¨  
Artinya: Sesungguhnya Allah Swtmenyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,..(QS. An-Nisa, 58)
  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah Swtdan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfaal, 27)

c)Ramah
Banyak orang yang susah untuk berperilaku ramah antar sesama. Sering kali bermuka masam ketika bertemu dengan orang atau bahkan memilah milih untuk berperilaku ramah. Padahal, ramah merupakan sifat terpuji yang dianjurkan oleh agama Islam untuk siapa saja dan kepada siapa saja. Dengan ramah, maka banyak orang yang suka, dengan ramah banyak pula orang yang senang. Karena sifat ramah merupakan bentuk aplikasi dari kerendahan hati seseorang, murah hati, tidak merasa sombong, mau menghormati dan menyayangi merupakan inti dari sifat ramah. Oleh karena itu, bersikap ramahlah dalam transaksi bisnis  karena dapat membuat konsumen senang sehingga betah atau bahkan merasa tentram jika bertransaksi. Sebagaimana keterangan dalam hadits;
”Dari Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Allah Swtswt akan mengasihi seseorang yang murah hati ketika menjual, membeli dan meminta.” (HR. Al-Bukhari)

d)      Adil
Adil merupakan sifat Allah Swt. Dan Rasulullah Saw merupakan contoh sosok manusia yang berlaku adil. Dengan adil, tidak ada yang dirugikan. Bersikap tidak membeda-bedakan kepada semua konsumen merupakan salah satu bentuk aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu, bagi para pebisnis semestinya bersikap adil, dalam transaksi bisnis  karena akan berdampak kepada hasil bisnisnya. Para konsumen akan merasakan kenyamanan karena merasa tidak ada yang dilebihkan dan dikurangkan. Sebagaimana keterangan dalam Alquran:
¨
Artinya: Sesungguhnya Allah Swt menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah Swt memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.(QS: An Nisa’:58)

e)Sabar
Sabar merupakan sikap terakhir ketika sudah berusaha dan bertawakal. Dalam bisnis , sifat sabar sangatlah diperlukan karena dapat membawa keberuntungan. Bagi pebisnis hendaklah bersabar atas semua sikap customar yang selalu menawar dan komplain. Hal ini dilakukan agar customar merasa puas dan senang jika bertransaksi. Begitu pula dengan customar, sifat sabar harus ditanamkan jika ingin mendapatkan produk yang memiliki kualitas bagus plus harga murah dan tidak kena tipu. Sebagaimana keterangan dalam Al Qur’an:
 
Artinya: jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Swtmengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (Qs. Al Imron:120)
   Semua yang ada dalam konsep bisnis ini merupakan sebuah alternatif yang dapat dilakukan untuk menjadiakn bisnis kita sebagai ladang pahala. Jika semuanya dapat dipahami dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari insyaAllah Swt semua kegiatan bisnis kita berorientasi pada keberkahan dari Allah Swt bukan berorientasi pada materi. Bisa kita bayangkan betapa indahnya dunia ini jika semua kegiatan bisnis dapat dilakukan dengan mengharap ridha dari Allah Swt, mungkin tidak ada kegiatan bisnis yang menghalalkan segala cara seperti sekarang ini.
     
      4. Contoh bisnis atau kerjasama dalam Islam
Pengalaman menunjukkan banyak sekali kerjasama yang membuahkan hasil, bahkan tak jarang membawa pelakunya ke dalam kemajuan yang sangat pesat. Namun, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bisnis juga ada yang membawa pelakunya kepada keuntungan berpihak atau keuntungan sepihak. Dimana yang mendapatkan keuntungan hanya satu pihak saja.
Dalam Islam sering kita kenal Musyarokah. Musyarokah yaitu kelembagaan dengan mengadakan kerjasama atau kemitraan dalam berbagai kehidupan, termasuk dalam perusahaan. Akan tetapi sebagian orang memandang keliru tentang bentuk kemitraan tersebut. Mereka memandang bentuk kemitraan bukan merupakan ajaran dari Islam tapi dari barat. Anggapan ini muncul akibat banyaknya kerjasama, baik perdagangan, politik, maupun perusahaan, di dunia barat, termasuk di Asia, Jepang, Cina, Korea dan masih banyak lagi dari negara-negara baik itu dari asia sendiri ataupun luar Asia.
Padahal Islam mempunyai konsep luar biasa akan hal ini. Firman Allah Swt yang terdapat dalam surat Al Maidah, 2:
Artinya: ………dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa……... (Al Maidah: 2)
Jelas sekali ayat diatas merupakan anjuran tentang indahnya bentuk kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan. Kerjasama ini mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik antar individu, keluarga, lembaga, maupun perusahaan.
Dalam hadits Rasulullah Saw disebutkan bahwa:
“ sesungguhnya Allah Swt  berfirman: “ Aku bersama tiga orang, selama seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada orang lain, dan apabila telah berkhianat yang satu terhadap yang lain, maka aku akan keluar dari mereka.” (HR. abu Dawud)

5. Bisnis Sebagai Ladang Pahala
Dengan memahami bisnis dan berbagai contoh konsep-konsep seperti yang kami paparkan pada makalah ini, setidaknya bisa kita terapkan bisnis yang Islami yang bukan saja berorientasi pada Income tapi juga Ridho Allah. Dengan mendapatkan Ridho dari Allah Swt tentunya tidak merasa canggung atau ganjal dalam melaksanakannya dan  keikhlasan bisa terpatri pada diri kita. Memang sangatlah mudah kita menyebut apa itu keikhlasan, padahal dalam penerapannya pun kita belum mampu untuk itu.
Islam memandang kaitan yang erat antara kerja dengan doa dan ibadah, kaitan ini dapat dirasakan dan direalisasikan dalam perilaku hidup mulim secara teratur, jadi dapat dikatakan bahwa bisnis merupakan ladang pahala jika pada pelaksanaannya ada keterkaitan antara kerja, doa dan ibadah. Kaitan antara kerja dengan  ibadah itu sudah direalisasikan oleh masyarakat Islam sejak generasi awal di Mekkah, masyarakat di anjurkan Nabi Saw untuk melakukan sepertiga hari untuk kerja, sepertiga untuk tidur dan istirahat, dan seprtiga untuk shalat, rilek, serta kegiatan-kegiatan keluarga dan kemasyarakata[3]
Jika kita bekerja atau bisnis tapi dalam pelaksanaannya kita tidak menyeimbangkan antara kerja, do’a dan ibadah, maka kegiatan yang kita lakukan terpisah antara kegiatan dunia dan akhirat, tidak ada keterkaitan antara keduanya. Seharusnya kita menyeimbangkan antara kerja dengan ibadah, jadi semua pekerjaan yang kita lakukan berdasarkan pada Ridha Allah Swt bukan berdasarkan pada Keuntungan semata. Tapi kita juga tidak boleh menghabiskan setiap hari dalam hidup kita hanya untuk beribadah saja.
Ada sebuah kisah menceritakan,”Ada seorang lelaki yang kerjaanya hanya berdiam diri dan dzikir saja, tapi tidak bekerja. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada pemuda tersebut? “Apakah kamu tidak bekerja?, jawab sang pemuda,” saudara laki-laki saya yang bekerja wahai Rasulullah Saw,” lalu Rasulullah Saw pun bersabda: sesungguhnya saudaramu lebih baik daripada kamu.”
Sudah jelas bukan kita harus menyeimbangkan antara ibadah dan bekerja, seperti yang dikatakan Rasulullah Saw "Sepertiga untuk kerja, sepertiga untuk tidur dan istirahat dan sepertiga lagi untuk shalat, rileks, serta kegiatan-kegiatan keluarga dan kemasyarakatan” insyaAllah Swt kegiatan bisnis yang kita lakukan terhindar dari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Jika dalam pelaksanaannya kita dapat melaksanakan bisnis dengan menggunakan konsep JARAS, bukan hanya bisnis kita saja yang diridhai Allah Swt tapi InsyaAllah kita juga akan mendapatkan ketenangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semakin kita bisa memenej kegiatan keseharian kita, maka akan semakin baik semua aktifitas kita yang lainnya.
Bisnis bisa menjadi ladang pahala, bukan saja ladang pahala untuk diri sendiri tapi juga ladang pahala bagi orang lain. Dengan berbisnis, keterkaitan kita dengan orang lainpun pahala. Karena keterkaitan dengan orang lain merupakan bentuk silaturrahmi, karena silaturrahmi itu menjalin kerukunan, keakraban dengan orang lain tanpa permusuhan.
Semakin banyak orang lain menjadi partner atau teman bisnis kita, semakin banyak kita menjalin silaturrahmi, dan semakin banyak kita menyambung silaturrahmi, semakin kita dekat dengan surga. Orang lain yang menjalin keterikatan bisnis dengan kitapun akan merasakan indahnya silaturrahmi yang diwajibkan Islam. Dengan banyak teman, tentu kegiatan bisnis kita semakin maju dan akan menghasilkan pendapatan yang semakin besar.
Semakin besar pendapatan kita, semakin mudah kita untuk menyucikan harta kita. Ini merupakan suatu hal yang wajib dalam Islam. Penyucian harta yang wajib dalam Islam yaitu zakat. Karena di dalam harta yang kita punya terdapat harta orang-orang yang tidak mampu, baik itu fakir miskin maupun yatim piatu. Maka, kita diwajibkan untuk menyucikan harta kita.
Islam juga memberikan ladang pahala untuk bekal kita di akhirat dalam bentuk yang lain. Adapun sedekah, infak merupakan bentuk penyucian harta yang lain. Dengan zakat, sedekah, infak, yang kita lakukan, secara tidak langsung kita sudah meringankan beban orang lain. Tentu orang yang menerima akan senantiasa merasa senang. Dan dengan hal tersebut, tanpa kita sadari akan membuahkan keberkahan pada harta kita.
Berkah bukan berarti harus kaya. Banyak orang kaya yang tidak berkah. Berkah berarti kecukupan atau tercukupi. Walaupun orang miskin atau orang yang pas-pasan tapi pada realitanya dia merasa tercukupi kebutuhannya, itulah yang dinamakan berkah.
Begitu berarti bisnis dalam kehidupan kita yang masih diberi kemampuan untuk melakukannya. Begitu banyak manfaat yang dapat kita ambil, begitu banyak keindahan yang dapat kita ciptakan dari berbisnis. Dan semua itu merupakan ladang pahala bagi kita.

B.     Penutup dan Kesimpulan
Dari pemaparan makalah kami, kami mendapatkan banyak ilmu.Walau yang telah kami paparkan sebenarnya tidak sebanyak yang ada pada kenyataanya. Tapi, setidaknya kita bisa mencoba dengan menerapkannya sedikit demi sedikit.
Dari makalah kami, kami simpulkan bahwasannya kewajiban seorang muslim selain bentuk ibadah kepada Allah yaitu bekerja. Yang mana bekerja merupakan suatu bentuk kewajiban dalam Islam seperti yang telah di jelaskan dam Al Qur’an surat Al Jumuah ayat 8. Bekerja juga bisa berbentuk bisnis. Adapun Islam juga telah menjelaskan bagaimana bisnis menurut syari’at Islam dan InsyaAllah semua pasti bisa diterapkan.
Dan semakin banyak yang kita ketahui tentang Islam, ternyata bukan hanya ibadah yang langsung kepada Allah saja yang bisa menghasilkan pahala seperti shalat, dalam hal mu’amalahpun kita bisa menciptakan pahala asalkan kita selalu memegang, menjaga, menerapkan syari’at-syari’at yang sudah ditetapkan. Subhanallah…… Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA

Salim segar Al-Djufri, Dr. Islamic Business Strategy for Intrapreunership. Zikrul Hakim . Jakarta: 2006
Badroen, Faisal. Etika Bisnis Dalam islam.  Kencana Pernada Media Group. Jakarta: 2006
Team teaching untag Fakultas Ekonomi. Semarang: 2006





[1] Whilip Kotler Philip,
[2] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
[3] Sayed Husein. Nasr, op.cit. hal 36-37

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA'AH


BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum kita membahas tentang keutamaan shalat berjama’ah, alangkah baiknya kita mengetahui akan pentingnya shalat terlebih dahulu. Seperti tertera di dalam salah satu hadits Nabi Saw:
“ Dari ibn Umar r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda:”Bangunan Islam ditegakkan atas tiga tiang: Bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammmad Saw adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”(Hr. Imam Bukhari dan Muslim)
Lima perkara yang telah disebutkan dalam hadits di atas sering kita kenal dengan rukun Islam. Rukun islam merupakan asa penting dan terbesar dalam agama Islam. Rasulullah menggambarkan agama Islam bagaikan sebuah tenda yang mempunyai lima tiang. Sedangkan tiang tengah dalam tenda tersebut digambarkan ke dalam syahadat. Bayangkan seandainya tenda tersebut tidak ada tiang tengahnya, tenda tersebut tentu tidak dapat berdiri tegak. Sedangkan jika kelima tiang tersebut tidak saling melengkapi, atau salah satu tiang tidak ada, tentu keadaan tenda tersebut tidak tegak secara sempurna.
Kelima rukun Islam ini merupakn unsur terpenting dalam agama Islam sehingga ditetapkan sebagai dasar Islam. Walaupun setiap muslim belum tentu bisa melaksanakan seluruhnya kelima rukun Islam tersebut, namun shalat merupakan kewajiban untuk dilaksanakan dan harus dijaga, karena shalat merupakan perkara yang terpenting setelah Iman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat Tepat Waktu
1.      Pengertian Tepat Waktu
Tentunya postulat ini telah kita pahami sejak dulu. Tepat waktu artinya kita mendapati suatu pekerjaan yang sudah ditentukan waktunya, kemudian di dalam pengerjaan pekerjaan tersebut kita mengerjakannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan diawalnya. Apabila pekerjaan tersebut sudah bergeser dari waktu yang telah ditentukan, maka sudah tidak bisa disebut dengan tepat waktu lagi.
Contohnya: Si A merencanakan bahwa ia harus menyelesaikan tugas yantg diberikan oleh dosen besok, sedangkan keesokan harinya, dia justru mengerjakan pekerjaan yang lain, bahkan dia lalai akan pekerjaan yang telah direncanakan pada awalnya, atau karena suatu yang lain pekerjaan yang tadinya sudah ditarget selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan tapi ternyata tidak selesai. Maka, yang demikian sudah tidak bisa disebut dengan tepat wakt lagi.
Begitu juga dengan shalat tepat waktu. Kita harus paham, ngerti, apa itu tepat waktu dalam shalat?. Contohnya: ketika kita mendengar adzan kita harus bergegas meninggalkan pekerjaan yang sebelumnya kita lakukan, setelah itu kita mengambil wudhu’ lalu kita melaksanakan shalat.
Hadits Rasulullah Saw:
Abdullah Ibn Mas’ud r.a pernah berkata: “saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw “Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah Swt,?”Beliau menjawab”Shalat yang tepat waktu” kemudian saya bertanya lagi”apalagi setelah itu ya rasulullah,?”Beliau menjawab,”Berbakti kepada orang tuaSaya bertanya lagi,”Apalagi setelah itu,?” Beliau menjwab”Jihad (berjuang untuk menegakkan agama Allah). Ibnu Mas’ud berkata:”Demikianlah Rasulullah Saw menerangkan kepadaku, dan andaikan aku minta tambah tentu ditambah. (Bukhari, Muslim)
Banyak poin-poin yang kita dapat dari hadits di atas, salah satunya adalah shalat tepat waktu. Begitu banyaknya ayat yang menjelaskan tentang anjuran untuk melakukan shalat tepat waktu tersebut. Apa salahnya kita meluangkan waktu kita sejenak untuk melaksanakan shalat tepat waktu?, mungkin dalam suatu kelompok atau masyarakat kecil seperti di dalam asrama yang kita bangun, shalat tepat waktu masih bisa kita lakukan, tapi kita lihat kenyataan yang mungkin setelah kita keluar dari asrama ini, bisa saja kita mengulur waktu shalat. Na’udzubillah min dzalik……
Maka hal yang seperti ini harus timbul dari diri kita sendiri pada awalnya dan harus kita terapkan atau amalkan lalu kita harus senantiasa menjaga dan kita jadikan kebiasaan kita.
Firman Allah Swt surat An Nisa’, 103:
Artinya: Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Dari ayat diatas bahwasannya telah menerangkan jika memang waktu-waktu shalat telah ditentukan. Maka, kita sebagai umat Islam seharusnya tidak boleh memungkiri adanya waktu yang telah ditentukan tersebut. Dengan waktu shalat yang telah ditentukan, maka kita harus melaksanakan kewajiban shalat tersebut, sesuai dengan waktunya.
Misalkan, apabila telah datang waktu dzuhur (berkumandangnya adzan), maka sesegera mungkin kita ambil air wudhu lalu melaksanakannya. Begitu juga dengan shalat-shalat lima waktu yang lain. Apalagi jika kita melaksanakna shalat tersebut dengan berjam’ah, sungguh Allah akan melipatgandakan pahalanya.
2.  Keutamaan Shalat Tepat Waktu
Adapun keutamaan shalat tepat waktu  yaitu bisa menjadikan seseorang lembut hati dan dikaruniai kesehatan. Pesan Khalifah Usman bin Affan ra: “Orang-orang yang memelihara shalat lima waktu dan mengerjakannya tepat pada waktunya, maka Allah akan memuliakan orang itu dengan sembilan macam kemuliaan:
1. Dicintai Allah
2. Badannya senantiasa sehat
3. Dijaga oleh Malaikat
4. Diturunkan berkah untuk rumahnya
5. Mukanya akan kelihatan tanda orang yang shaleh
6. Allah akan melembutkan hatinya
7. Dapat melalui jembatan Shiratal Mustaqim layaknya seperti kilat
8. Akan diselamatkan dari api neraka
9. Allah akan menempatkannya ke dalam golongan orang-orang yang tidak takut dan bersedih
B. Keutamaan Shalat Berjama’ah
  1. Pengertian Berjama’ah
Jama’ah diambil dari kata bahasa arab, Jami’a-Yajma’u-Jama’atan yang memiliki arti kata bersama-sama, bebarengan, rombongan, atau menurut pemahaman kami yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan bersama orang banyak.
Di dunia ini, dalam kalangan umat Muslim sendiri, banyak umat Islam yang mengetahui akan pentingnya shalatberjama’ah, tetapi tidak sedikit umat yang tidak mengetahui akan pentingnya shalat berjama’ah.
Di dalam hadits dijelaskan bahwasannya:
“ Dari Umar r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda, “Shalat dengan berjama’ah dua puluh tujuh kali lebih baik daripada shalat sendiri. ( Hr. Malik, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i-at Taghrib)
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa seorang muslim yang melaksanakan shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendiri. Artinya bukan berarti shalat sendiri itu tidak baik, hanya saja shalat berjama’ah itu lebih afdhal atau utama. Banyak umat muslim yang tidak tahu bahkan ada yang tahu tapi cuek dengan adanya hadits ini. Akan tetapi bagi kita dan mereka yang tahu tentunya kita tidak akan mengabaikan adanya hadits ini.
Dalam kitab Fadh’il A’mal, bahwasannya penjelasan mengenai dua puluh tujuh lebih baik yang dimaksud adalah keuntungan apabila kita melaksanakan shalat tersebut yang dijanjikan untuk amalan-amalan agama. Pahala orang yang shalat berjama’ah akan dinaikkan dua puluh tujuh kali lipat dari pada orang yang mngerjakan shalat sendiri.

2.      Keutamaan Shalat Berjama’ah
      Adapun dilihat dari sisi keutamaannya sendiri menurut hadits-hadits yang kita pelajari. Kita temukan beberapa keutamaannya, yaitu:
  1. Orang-orang yang selalu pergi ke masjid, maka malaikat-malaikat kan menjadi sahabatnya, mengujunginya apabila ia sakit dan merekapun akan membantunya dalam permasalahan yang di hadapi.[1]
  2. Para malaikat akan senantiasa berdo’a memohonkan ampunan yaitu ketika seseorang duduk di tempat shalatnya didalam masjid setelah shalat fardu (i’tikaf).[2]
  3. Apabila seseorang dalam shalat berjama’ah tidak pernah tertinggal takbirotul ula selama empat puluh hari, yakni sejak imam mengucapkan takbir yang pertama, hal itu dianggap sudah mendapatkan takbirotul ula dalam shalat berjama’ah, maka jaminannya dia tidak akan menjadi munafik dan tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Munafik adalah orang yang berpura-pura menjadi muslim tetapi hatinya kafir.[3]
  4. Semakin jauh seseorang tinggal dari masjid akan tetapi semakin sering dia melakukan shalat berjama’ah, maka pahalnya pun semakin banyak.
Firman Allah surat :
Artinya; Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian,………(At Taubah, 18)
Dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang lain.

KESIMPULAN

Adapumn kesimpulan dari makalah kami, bahwasanya ada hadits yang menganjurkan kita agar senantiasa salat tepat pada waktunya. Abdullah Ibn Mas’ud r.a pernah berkata: “saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw “Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah Swt,?”Beliau menjawab”Shalat yang tepat waktu” kemudian saya bertanya lagi”apalagi setelah itu ya rasulullah,?”Beliau menjawab,”Berbakti kepada orang tuaSaya bertanya lagi,”Apalagi setelah itu,?” Beliau menjwab”Jihad (berjuang untuk menegakkan agama Allah). Ibnu Mas’ud berkata:”Demikianlah Rasulullah Saw menerangkan kepadaku, dan andaikan aku minta tambah tentu ditambah. (Bukhari, Muslim). Adapun tepatnya waktu shalat sering dikaitkan dengan shalat berjamaah, karena shalat berjamaah mempunyai beberapa keutamaan. Salah satunya adalah pahala yang dilipat gandakan 27 kali lipat dari pada shalat sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an al-karim
Fu’ad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Lu’lu wal marjan, jilid 1, Surabaya: 2006
Muhamad Zakariyya Al-Kandhalawi Fadho’il a’mal, Edisi Bahasa Indonesia. Bandung: 2001


[1] Kitab Fadha’il A’mal edisi bahasa Indonesia. Hal 49
[2] Ibid. Hal: 51
[3] Penj. Hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi-at Taghrib

Selasa, 12 Juli 2011

Iman,Islam, Ihsan, dan Hari Kiamat


KEIMANAN
BAB I
Pendahuluan
Allah Swt berfirman dalam surat Ibrahim ayat 24-27:
  
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[1]seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk[2] seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu[3]dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.
Allah meneguhkan hati orang-orang yang beriman dengan ucapan-ucapan yang baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat, dan membiarkannya sesat orang-orang yang zalim serta berbuat apa yang ia kehendaki tanpa mentaati segala yang telah ditetapkan.
BAB II
Pembahasan
A.    Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat
Pengetahuan akan hal tersebut tentu sudah sangat akrab ditelinga kita. Akan tetapi bagaimana orang yang beragama islam belum tentu mengetahui secara detail apa makna, hakikat dan tanggung jawab sebagai seorang muslim akan hal tersebut. Sedangkan muslim dengan kesempurnaannya tentu menyertai kehidupannya dengan Islam, Iman, Ihsan. Di dalam Al Qurán maupun Sunnah banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan akan keimanan, salah satunya terdapat dalanm Al Qurán surat An Nisa’ ayat 136:
  
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Didalam kitab Lu’lu’ Wal Marjan dalam sebuah hadits dikatakan:
Artinya: Abu Hurairah Ra berkata: Pada suatu hari ketika nabi Muhammad Saw duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seseorang bertanya: Apakah Iman? Jawab Nabi Saw.: Iman Adalah percaya adanya Allah, dan malaikat Allah, dan akan berhadapan dengan Allah, dan pada Nabi utusan Allah dan percaya pada Hari bangkit dan kubur. Lalun ditanya: Apakah Islam? Jawab Nabi Saw.: Islam adalah menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan suatu apapun, dan mendirikan sembahyang. Lalu bertanya: Apakah Ihsan? Jawab Nabi Saw.: Islam adalah menyenmbah pada Allah seakan-akan anda melihatNya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Lalu bertamnya: Bilakah hari kiamat? Jawab Nabi Saw.: Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang menanya, tapi saya memberitakan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari Kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, ndan jika pengembala onta dan ternak lainnya telah  berlomba menmbangun gedung-gedung, termasuk dalanm lima macam yang tidak dapat mengetahuinnya kecuali Allah yang tersebut dalam ayat:
“Sesungguhnya hanya Allah yang mengetahui, bilakah hari kiamat, dan Dia pula yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim ibu, dan tidak seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan tidak seorangpun mengetahui dimanakah dia akan mati. Sesunsungguhnya Allah Maha Mengetahui sedalam-dalamnya”.
Kemudian pergilah orang itu. Lalu Nabi Saw menyuruh sahabat: kembalilah orang itu! Tetapi sahabat tidak melihat bekas orang itu. Maka Nabi Saw. bersabda: Itu Malaikat Jibril datang untuk mengajar agama kepada manusia.(Bukhari Muslim)    
1.      Iman
Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun menurut istilah Syariát adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan membuktikannya dengan anggota badan.
Seorang muslim ketika dia beriman mampu menguasai eksistensinya sebagai hamba Allah. Dalam kesehariaanya mampu mengingat sebagaimana dia mengingat sesuatu yang jaraknya lebih dekat dari pembuluh daranhnya, dialah Muhammad Saw. akan tetapi pada kenyataannnya sampai saat ini banyak sekali umat Islam yang tingkat keimanannya baru sampai pada tahap pengenalan saja. Sebatas percaya pada rukun Iman yang enam. Hanya mengikrarkan dengan lisanm dan meyakini dengan hati. Padahal Iman juga memerlukan penghayatan dan pengamalan. Hal tersebut karena iman merupakan kepercayaan yang mutlak.
Dengan demikian tebal tipisnya tingkat keimanan seseorang dapat dilihat dari perilakunya sehar-hari yaitu, sejauh mana orang tersebutmematuhi segala perintah Allah dan meninggalkan larangannya. Perilaku seseoranng yang mencermninkan kesempurnaan Imannya adalah apabila ia mampu mempraktekkan seluruh cabang iman dalam kehidupan sehari-hari. Adapun cabang iman tersebut terdiri dari enam puluh sampai tujuh puluh cabang. Sesuai dengan hadits dibawah ini:
“Menurut Abu Hurairoh RA, Iman itu cabangya ada enam pulunh hingga tujuh puluh cabanng. Dan cabang yang paling tinggi dan paling afdhol adalah ucapan kalimat Lailahaillalloh (tiada tuhan selain Allah). Sedangkan cabangnya yang paling rendah adalah nmenyingkirakan gangguan yang terdapat di jalan. Malu adalah sebagian dari Iman”.
Pilar-pilar Iman
Pilar-pilar Iman dibawah ini menurut ulama’Sunni berdasarkan dalil-dalil yang tersebut dalam Al Qurán dan Hadits, yaitu:
a.       Beriman kepada Allah Swt
Sebagaimana pengertian iman, yang disebut dengan beriman kepada Allah yaitu percaya kepada Allah. Dengan adanya kepercayaan yang ada pada diri seseorang, maka seseorang tidak akan mudah berpaling dari apa yang dia percayai, dan apabila sebuah kepercayaan tetap ditanamkan kemudian ada faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi, akan timbul pada diri seseorang tersebut keyakinan, adapun bentuk pengaplikasiannya sebagaimana telah disebutkan dalam Al Qurán maupun hadits, dia akan menjalankan segala bentuk perintah dan akan menjauhi segala bentuk larangan yang merupakan bentuk perintah Allah.
Orang yang yakin akan keimanannya, akan melakukan berbagai cara untuk kesempurnaannya, termasuk mengaktualisasikan pribadinya sebagai hamba Allah. Akan merasa sangat rendah karena Allah Maha Tinggi, akan merasa lebih kecil karena tentu Allah Maha Besar, merasa tidak ada apa-apanya karena Allah Maha Segalannya, dan masih banyak sekali segala bentuk kenikmatan yang dapat dirasakan saat mengabdi pada Allah Swt.
b.      Beriman kepada Malaikat-malaikat Allah Swt
Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang mana malaikat tersebut adalah makhluk yang tidak pernah sekalipun mengingkari Allah.  Apa yang Allah perintahkan, malaikat akan langsung mengerjakan. Malaikat juga tidak pernah membantah apa yang Allah perintahkan, bahkan ketika Allah menyuruh malaikat untuk bersujud di hadapan manusia. Dalam  surat Al Hijr, ayat 29-30:

Artinya: Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.[4] Maka bersujudlah Para Malaikat itu semuanya bersama-sama, Kecuali iblis, ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu.
Dalam ayat tersebut menerangkan bahwa malaikat bersedia untuk sujud kepada manusia. Lain halnya dengan Iblis yang mengelak akan hal itu.
Malaikat berbeda dengan Iblis walaupun pada dasarnya memang sama-sama tidak terlihat. Malaikat tercipta dari Nur (cahaya), sedangkan Iblis tercipta dari api yang sangat panas, maka dikatakanlah api tersebut bisa  membakar bagi mereka yang lemah imannya. Seseorang yang lemah iman yang secara terus-menerus tertimpa musibah akan merasa Allah tidak menyayanginya, bahkan lama-kelamaan dia akan berpaling, bisa jadi dia akan terjerumus pada hal-hal yang tidak Allah kehendaki dan akan menyekutukan Allah, maka sebelum semua itu terjadi marilah umat Islam sekalian meningkatkan keimanan diantara kita. Jadi, jelaslah sudah perbedaan antara malaikat dan iblis.
c.       Beriman kepada Kitab-kitab Allah Swt
Sebagai orang yang beriman kepada Allah kita wajib sepenuhnya percaya bahwa shuhuf-shuhuf  dan kitab-kitab yang Allah turunkan kepada nabinya seperti kitab taurat kepada nabi Musa, Injil kepda nabi Isa, Zabur kepada nabi Daud, dan Al qurán kepada nabi Muhammad Saw bukanlah karangan para nabi sendiri, melainkan benar-benar Kalamullah yang Allah turunkan melalui malaikatNya.
Kitab tersebut merupakan petunjuk dari Allah Swt pada para nabi yang diamanati berdasarkan kondisi umatnya. Adapun kitab-kitab yang turun sebelum adanya syiár agama Islam, yang bertujuan untuk merangkul umat agar yakin dan percaya adanya Allah.
 
Artinya: Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab[5] hikmah, Taurat dan Injil
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraira dikatakan bahwa Rosulallah Saw. bersabda: “tidaklah ada seorang nabi melainkan iya telah diberikan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) yang dengan ayat itu manusia menjadi beriman, dan sungguhnya apa yang diberikan kepadaku  adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah, maka aku berharap agar pengikutku paling banyak diantara nabi-nabi yang lainya kelak di yaumul Qiyamah.”
d.      Iman kepada Rosul-Rosul Allah
Nabi dan Rosul adalah utusan Allah yang senantiasa wajib diketahui oleh umat muslim. Karena Nabi diutus oleh Allah untuk membimbing manusia kedalam ajaran yang hak. Adapun jumlah Nabi dan Rosul ada 25 mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad, yang merupakan khotamul ambiya’ wal mursalin. Allah Swt. berfirman:
Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa manusia harus meyakini bahwa telah diutus manusia mulia dialah Nabi dan Rosul sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan pada manusia.
e.       Iman kepada hari kimat
Kita harus percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sedangkan kehidupan yang kekal yaitu di ahirat.senbagai tanda perpindahan kehidupan umat manusia dari alam dunian ke alam akhirat, Allah telah menetapkan adanya hari kiamat, setelah  hari berakhirnya segala kehidupan didunia.
Sebagai seorang muslim harus percaya akan adanya hari tersebut dan kejadian tersebut tidak bisa disangka maupun didustakan. Karena sudah merupakan ketentuan dari Allah. Ketika hari itu tiba manusia sudah tidak ada artinya, dalam surat Al-Waqiáh ayat 1-6, dengan sejelas-jelasnya Allah telah menjelaskan tentang hal tersebut.  
Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya.(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain),apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, Maka jadilah ia debu yang beterbangan,
f.       Iman kepada qodo’ dan qodar
Saat menciptakan manusia Allah sudah menatapkan usia, rizki, dan jodoh. Dengan demikian segala sesuatu yang baik atau yang buruk semata-mata hanya datang dari Allah Swt. Akan tetapi Allah mendorong manusia untuk tidak menyerah begitu saja pada takdirnya. Firman Allah “sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka yang merubahnya sendiri”.
Adapun selain pilar-pilar iman yang telah dijelaskan, masih ada pilar-pilar yang lain, diantaranya:
1.               Beriman terhadap adanya hari kebangkitan
2.               Beriman terhadap hari dikumpulkanya manusia di padang mahsyar
3.              Beriman bahwa tempat kembali bagi orang mu’min adalah surga dan tempat orang kafir adalah neraka
4.               Beriman bahwa mencintai Allah itu Wajib
5.               Beriman bahwa takut kepada Allah itu wajib
6.               Beriman bahwa mengharap ridho Allah itu wajib
7.               Beriman bahwa bertawakkal kepada Allah setelah berusaha
8.               Beriman bahwa mencintai nabi Muhammad itu wajib
9.              Beriman bahwa kita wajib mengagungkan dan menghormati nabi  Muhammad
11.         Setia terhadap agama yang dianutnya. Orang yang demikian jika disuruh antara mati dan mnenjadi kafir maka ia akan memilih mati
12.          Mencari ilmu adalah bagian dari iman
13.          Menyebarkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari iman
14.          Memuliakan al-Qur’an adalah bagian dari iman
15.           Bersuci wudhu dan mandi adalah sebagian dari iman
16.          Menegakan sholat adalah bagian dari iman
17.          Mengeluarkan zakat adalah bagian dari iman
18.          Berpuasa ramadhan adalah bagian dari iman
19.          Beri’tikaf walau sebentar adalah bagian dari iman
20.          Berjuang atau berjihad di jalan Allah adalah bagian dari iman
21.          Siap berjuang dijalan Allah adalah bagian dari iman
22.          Pantang mundur menghadapi musuh adalah sebagian dari iman
23.          Membagi harta rampasan pada yang berhak adalah bagian dari iman
24.         Memerdekakan budak karena Allah adalah bagian dari iman, dan sebagainya sampai cabang ke tujuh puluh sembilan.
2.       Islam
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa arab,                      yang berarti selamat, sentosa dan damai.. dari kata salima sendiri diubah menjadi kata                     yang berarti berserah diri atau masuk dalam kedamaian, menyerahkan diri, setia, tunduk, patuh, taat. Kata                 itulah yang menjadi kata Islam yang mengandung arti segala yang terkandung dalam makna pokoknya. Oleh karena itu, orang yang berserah diri, tunduk, patuh, taat itulah yang disebut orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, patuh dan berserah diri pada Allah.
Dari segi kebahasaan dapat kita simpulkan bahwa islam itu patuh, berserah diri pada Allah adalah dalam rangka mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Hal tersebut tentunya dilakukan atas dasar kesadaran dan kemampuan diri sendiri, bukan karena paksaan dari orang lain apalagi pura-pura, melainkan sebagai panggilan atas fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.
Dengan demikian kata Islam,secara antropologis menggambarkan kodrat manusia sebagai makhluk yang tunduk dan patuh kepada Allah. Ketaatan ini membawa timbulnya pemahaman terhadap orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud dari penolakan terhadap fitrah sendiri.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah akan kita dapati perbedaan pendapat yang berbeda. Menurut Harun Nasution bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan dari Tuhan kepada manusia melalui nabi Muhammad Saw sebagai Rosul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi dari kehidunpan manusia, tetapi dari mengenal banyak segi.
Sementara itu Maulana Muhammad Alin mengatakan bahwa Islam adalah agam perdamaian, dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya.
Di luar negeri, nama agama sering dinisbahkan pada nama pendirinya. Di Persia misalnya nama Zoroaster dinisbahkan pada nama pendirinya Zarasthura (W. 583 SM). Begitu juga nama Islam dinisbahkan pada nama Muhammadinism dan Muhammadean untuk agama Islam menurut Nasrudin Rozak, bukan saja tidak tepat. Akan tetapi, secara prinsipil salah. Peristilahan ini bisa mengandung arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap nabi Muhammad.


Hubungan antara Iman dan Islam
Iman dan islam merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Abdul A’la Maududi mengatakan,”bahwa hubungan antara iman dan ihsan adalah laksana hubungan antara pohon dengan akarnya. Sebagaimana pohon tidak dapat tumbuh tanpa akarnya, demikian pula mustahil seorang bisa menjadi muslim yang hakiki tanpa memiliki kepercayaan.
Islam diibaratkan seperti bangunan suatu gedung, sedangkan iman adalah pondasinya. Islam tumbuh di atas syari’at, syari’at itu ditumbuhkan oleh kepercayaan. Dengan demikian tidaklah terdapat syari’ah dalam islam melainkan adanya kepercayaan. Kesimpulannya, syari’ah tanpa kepercayaan adalah laksana bangunan yang tinggi tanpa pondasi (dasar) yang kuat.
Oleh karena itu, iman merupakan masalah yang mendasar dalam islam. Hal ini bisa disimak dalam sejarah mnunculnya islam, bahwa Rasulullah Saw selalu memulai kegiatan dakwahnya dengan menanamkan soal keimanan atau kepercayaan.
3.      Ihsan
Kata  احسان  secara etimologi berasal dari bahasa  arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik." Dalam terminologi Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Berdasarkan hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.:
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah SAW muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seseorang dan berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Iman itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan beriman kepada Hari Kebangkitan akhir".
Orang itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Islam, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan salat fardhu, memberikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadhan".
Orang itu kembali bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu".
Orang itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, kapankah Hari Kiamat itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya. Apabila ada budak perempuan melahirkan majikannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila ada orang yang semula miskin menjadi pimpinan manusia, maka itu termasuk di antara tandanya. Apabila orang-orang yang tadinya menggembalakan ternak saling berlomba memperindah bangunan, maka itu termasuk di antara tandanya. Ada lima hal yang hanya diketahui oleh Allah".
Kemudian Rasulullah SAW membaca Surat Luqman ayat 34: 
Artinya: "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
Kemudian orang itu berlalu. Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Panggillah orang itu kembali!". Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat sesuatu pun. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Itu tadi adalah Jibril, yang datang untuk mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka.
4.      Hari Kiamat
Hari kiamat adalah  hari berakhirnya hidup ini. Pada hari itu bumi digoyangkan dengan goncangan yang sangat dahsyat, dan mengeluarkan beban berat yang dikandungnya. Dewasa ini sudah banyak tanda-tanda akan hari kiamat dan hal-hal tersebut sudah tidak tabu lagi dikalangan kacamata muslim. Tanda-tanda tersebut berdasarkan kacamata muslin terbagi menjadi dua, yaitu tanda-tanda kecil dan tanda-tanda yang besar.
Adapun tanda-tanda yang kecil yang sudah tampak sebagian dalam kehidupan sekarang ini:
a.       Ajaran Islam kurang diperhatikan kaum muslimin.
b.      Jumlah ulama’ yang sesungguhnya semakin sedikit, justru banyak orang yang tidak tahu tentang islam mengaku ulama besar.
c.       Perzinahan sudah bukan hal yang baru lagi, dan sudah dijadikan adat kebisaan masyarakat.
d.      Mabuk-mabukkan sudah bukan hal yang dianggap haram
e.       Jumlah perempuan sudah semakin banyak dibanding jumlah laki-laki, dan mereka sudah tidak mau berpakaian lagi.
f.       Banyak wanita yang menyerupai pria.
Selain tanda-tanda yang kecil, banyak juga tanda-tanda yang besar, dan semakin kita rasakan, diantaranya:
a.    Waktu berputar semakin cepat. Inilah yang sering rasakan. Padahal    pekerjaan ndikerjakan seperti biasa dan tidak ada yang berubah. Tapi waktu seolah-olah berlalu sangat cepat
b.    Ka’bah roboh.
c.    Matahari terbit dari sebelah barat.
d.   Keluar binatang aneh.
e.    Keluar Dajjal.
f.     Adanya Ya’juj Ma’juj.
g.    Keluarnya Imam Mahdi.
h.    Turunnya nabi Isa.
i.      Banyaknya tulisan-tulisan dalam Al Qur’an dan tiada seorangpun yang hafal bacaanya.
j.      Segenap manusia menjadi kafir, dan inilah tanda paling akhir menjelang kiamat.
Pada saat sekarang umat manusia walaupun mengetahui akan hal tersebut, tetap saja tidak peduli dengan keadaan yang ada. Mereka cenderung menikmati dan hanya pasrah. Orang yang beriman saja, jika imannya tidak kuat dan tidak punya pondasi yang kuat untuk membentenginya, cenderung akan terjerumus ke dalam ha-hal yang sesat.
B.     Kadar Iman berkurang karena maksiyat
Maksiyat adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia secara sadar maupun tidak sadar (khilaf), baik yang merugikan orang lain maupun yang merugikan diri sendiri, yang dilarang oleh syari’at islam dan bagi yang melakukannya akan berdosa. Tentang definisi maksiyat ini, tidak terpaku pada satu definisi akan tetapi bagaimana orang itu mendefinisikan yang jelas orang islam sendiri harus tahu apa itu arti maksiyat.
Didalam keimanan seseorang, maksiyat merupakan musuh utama yang harus diberantas karena maksiyat akan mengurangi tingkat keimanan seseorang. Rasulullah Saw bersabda:


Artinya: “Abu Hurairoh Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda, Tidak akan berzina seorang pelacur diwaktu berzina jika ia sedang beriman. Tidak akan minum Khamr, diwaktu minum jika ia sedang .beriman. dan tidak akan mencuri, diwaktu mencuri jika ia sedang beriman. Dalam nriwayat yang lain: dan tidak akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata kepadanya, ketika merampas jika ian sedang beriman.( Bukhari Muslim)
Dari hadits tersebut tentunya dengan mudah dapat kita pahami bahwa ketika manusia dihadapkan pada suatu kemaksiatan, jika iman seseorang saat itu sedang lemah maka yang terjadi dia bisa terjerumus ke dalam kemaksiyatan. Tapi menurut hadits di atas, sejelek-jeleknya perilaku seseorang ketika dia sedang beriman, dia bisa menghindari akan kemaksiyatan tersebut.
Jadi, iman pada diri seseorang itu mengalami fluktuasi (naik turun), sebagai seorang muslim, harus pandai membentengi dirinya dikala keimanan menurun. Karena dikala iman menurun, disitulah syetan berperan. Karena janjinya pada Allah yang terdapat dalam surat Al Hijr  ayat 39:
Artinya: Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
Dari firman tersebut, janji Iblis kepada Allah adalah untuk menyesatkan manusia sampai kiamat dan bagi manusia yang tersesat jalannya akan mengikuti iblis di neraka. Karena semua bentuk iblis bagaimanapun akan  memasuki neraka Jahannam (nerakan paling tinggi atau neraka yang paling kejam diantara yang paling kejam).


C.       Malu adalah sebagian dari iman
Malu didefinisikan sebagai sikap menahan diri dari perbuatan buruk atau hina. Sifat malu ini merupakan gabungan dari sifat takut dan iffah (menjaga kesucian diri).
Pendapat lain mengatakan bahwa malu adalah takut akan dosa karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Ada juga yang berpendapat bahwa malu berarti menahan diri karena takut melakukan sesuatu yang dibenci oleh syariat, akal, maupun adat kebiasaan. Pengertian yang disebutkan terakhir ini lebih umum dan mencakup definisi yang cukup luas.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa yang benar justru adalah tidak menghilangkan rasa malu dalam diri saudaranya. Biarkan saja seseorang memiliki sifat malu. Ia adalah akhlak yang disunnahkan. Karena malu adalah sebagian dari iman.
Karena sifat malu itu, menurut Ibnu Qutaibah, "Dapat menghalangi seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana iman."
Dalam sebuah hadits telah dijaelaskan bahwa malu adalah sebagian dari iman.Abu Hurairah R.A. berkata: Nabi Saw. berkata: Iman itu cabangya ada enam pulunh hingga tujuh puluh cabanng. Dan cabang yang paling tinggi dan paling afdhol adalah ucapan kalimat Lailahaillalloh (tiada tuhan selain Allah). Sedangkan cabangnya yang paling rendah adalah  menyingkirakan gangguan yang terdapat di jalan. Malu adalah sebagian dari Iman”


PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai manusia yang diberkahi kemampuan untuk memikirkan sekaligus mengaplikasikan apa yang telah disyari’atkan, sepatutnya manusia percaya terlebih dahulu terhadap Allah, Rasul-rasulNya, dan segala ketentuan yang telah ditetapkan.
Percaya merupakan awal dari segalanya. Karena dengan manusia percaya dan kemudian meyakini, manusia lebih mantap untuk menjalankan segala ketentuan dalam agama. Allah meneguhkan hati orang-orang yang beriman dengan ucapan-ucapan yang baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat, dan membiarkannya sesat orang-orang yang zalim serta berbuat apa yang ia kehendaki tanpa mentaati segala yang telah ditetapkan.
Dengan iman seseorang akan dapat menjadi seorang yang ihsan. Karena dengan ihsan pada hakikatnya adalah beribadah seolah-olah melihat Allah. Sedangkan hal tersebut harus dilakukan dengan adanya percaya dan yakin adanya Allah. Dengan begitu segala amal ibadah yang dilakukan seseorang atas landasan percaya akan adanya Allah dan mengaharap ridho Allah Swt.
Daftarn Pustaka
Al Qur’an Wat Tarjamah
Fu’ad Abdul Baqi, Muhammad. Lu’lu’ Wal Marjan (tarjamahan H. Salim Bahreisy). Surabaya: PT. Bina Ilmu
Syueb, Sudono. Buku Pintar Agama Islam.2006.Deltamedia.
Al ‘Adawy, Musthafa. Fikih Pendidikan Anak. 2006. Jakarta: Qhisty Press.




[1] Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala Ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah.
[2] Termasuk dalam kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala Perkataan yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik.
[3] Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam ayat  24 di atas.

[4] Dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.

[5] Al kitab di sini ada yang menafsirkan dengan pelajaran menulis, dan ada pula yang menafsirkannya dengan Kitab-Kitab yang diturunkan Allah sebelumnya selain Taurat dan Injil.